Sejumlah mahasiswa yang
tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA) tampil sebagai satu-satunya
Organisasi Kepemudaan (OKP) yang hadir pada saat Upacara 17 Agustus di
Alun-alun kota Rangkasbitung. Sebuah fenomena mereka tunjukkan dalam upacara
tersebut. Bagaimana tidak, peserta upacara berpenampilan beda dari yang lain.
Berkaoskan hitam yang berisikan seruan moral tentang Pancasila, bercelanakan
levis, dan yang lebih uniknya lagi mereka tidak memakai alas kaki.
Sekertaris Umum IMALA, Deden
Awaludin mengemukakan bahwa tidak memakai alas kaki bukan berarti tidak
menghargai prosesi upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia,
namun kami mencoba untuk flashback. Bahwasanya
dahulu para pejuang pun tidak pernah mengeluh walaupun tidak memakai alas kaki
dalam usahanya untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Sedangkan Berkaos hitam sebagai symbol
kesedihan kami. Kami turut berduka cita atas terjadinya kesalahan Bangsa yang
terus berlanjut sampai hari ini.
Selesai mengikuti prosesi
upacara, mereka membagikan pernyataan seruan moral tentang Bangsa Indonesia.
Tidak berhenti sampai disitu, mereka berjalan menuju gedung Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Lebak. Suasana yang sepi tidak membuat mereka
mengurungkan niat untuk sekedar membaca puisi di dalam ruang rapat paripurna
itu. Bapak-bapak polisi yang mengawal kegiatan ini secara langsung menjadi
saksi bahwa hari itu IMALA tidak diam dan menggerutu saja di belakang.
Pembacaan puisi oleh saudara Majid berlangsung secara khidmat, usai membaca
puisi mereka langsung “balik kanan maju jalan” tanpa banyak bicara lagi.
Atas berkat rahmat Allah
yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, sejumlah mahasiswa
yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA) mengambil sikap tegas atas
terjadinya akumulasi sejarah.
Pengakuan atas informasi
yang keliru yang kini banyak di konsumsi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia
dengan menyatakan bahwa Hari Ulang Tahun Republik Indonesia diperingati pada
tanggal 17 Agustus bukan pada tanggal 18 Agustus.
“Mengikuti upacara hari
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah sebagai wujud manivestasi
organisasi mahasiswa (IMALA) dalam rangka mengajak semua elemen masyarakat agar
sadar akan kemerdekaan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Pembacaan puisi
kemerdekaan bangsa Indonesia yang dilaksanakan seusai upacara di dalam gedung
paripurna DPRD, merupakan seruan moral, seruan kemerdekaan bagi semua insane di
tanah air pertiwi ini. Khususnya bagi mereka sebagai pemangku amanah, pemangku
kebijakan, dalam mensejahterakan kehidupann berbangsa, bernegara dan bertanah
air. Sekali merdeka tetap merdeka, juangmu ta’kan terhenti ta’kan mati”
demikian pernyataan yang dikemukakan oleh Ketua Umum IMALA, Ajat Sudrajat.
Kelumit antara bangsa dan
Negara sangat jarang disikapi dengan serius. “Proses penyadaran dan pencerdasan
bangsa sudah sejak lama kami lakukan, dengan membagikan statement atau
pernyataan dalam bentuk tulisan kepada siapapun yang kami jumpai. Hal ini
dilakukan atas dasar yang jelas dan dengan harapan seluruh elemen masyarakat
dapat mengetahui dan memahami bahwasanya ketika sejarah yang disampaikan tidak
sesuai dengan apa yang ada. Maka disintegrasi bangsa ada di depan mata sedang
melebarkan tangan hendak memeluk kita” begitu tegas koordinator lapangan yang
biasa akrab dipanggil Bang Feri Hermawan SE.
Sadar,
sabar, berani, berjuang ….
Salam: Za’far Shodiq
(Sekretaris PK. IMALA Setia Budhi)